Minggu, 18 Agustus 2013

IMUNISASI PADA BAYI



IMUNISASI

A.  Pengertian
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit.
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio mielitis, dan Campak dapat dicegah. Pentingnya pemberian imunisasi dapat dilihat dari banyaknya balita yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunusasi (PD3I). Oleh karena itu, untuk mencegah balita menderita beberapa penyakit yang berbahaya , imunisasi pada bayi dan balita harus lengkap dan diberikan sesuai jadwal.

B.  Tujuan Imunisasi
Berikut ini adalah beberapa tujuan dari pemberian imunisasi :
1.     Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan mneghilangkan penyakit tertentu dari dunia
2.     Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian
3.     Melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu (intermediate goal)

C.  Setelah Pemberian Vaksin
Sebagai seorang tenaga kesehatan, yang harus dilakukan setelah pemberian vaksin, adalah :
1.     Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat
2.     Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
3.     Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan bila diperlukan
4.     Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan.

D.  Jadwal Imunisasi Wajib
Menurut Program Pengembangan Imunisasi (PPI), imunisasi yang wajib diberikan adalah :
1.     Vaksin BCG,
2.     Vaksin Hepatitis B,
3.     Vaksin Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT),
4.     Vaksin Polio, dan
5.     Vaksin Campak.

1.    VAKSIN BCG (Bacille Calmette Guerin)
a.    Defenisi
BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari  mycobacterium bovis yang dibiakkan secara berulang selama 1-3 tahun, sehingga didapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
Indikasi yaitu untuk pemberian kekebalan aktif atau sensitifitas terhadap penyakit tuberculosis (TBC) dimana vaksin BCG tidak mencegah infeksi TBC tetapi mengurangi resiko TBC berat seperti meningitis, TBC tulang, dan lain-lain. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan.
b.    Cara pemberian dan dosis vaksin
Vaksin BCG diberikan secara intradermal/intrakutan 0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml untuk bayi baru lahir. Penyuntikan imunisasi BCG ini sebaiknya diberikan pada deltoid kanan (lengan kanan atas), sehingga bila terjadi limfadenitis (pada axila) akan lebih mudah terdereksi.
c.    Jadwal pemberian
Diberikan pada bayi 0-12 bulan tapi sebaiknya diberikan pada umur ≤ 2 bulan. Apabila diberikan >3 bulan harus terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin (mantoux), imunisasi ini bisa diberikan jika uji mantoux negatif. Vaksinasi ulang, yaitu 5-7 tahun dan 12-15 tahun (jika uji tuberkulin negatif). Khasiat BCG selama 3 tahun dan lama kekebalan selama 9 tahun.



d.   Efek samping
Tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum. Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus lokal yang timbul 2-3 minggu setelah penyuntikan dan meninggalkan luka parut dengan diameter 4-8 mm.
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di axila (ketiak) atau leher. Tergantung pada umur dan dosis yang dipakai, biasanya akan sembuh sendiri.
e.    Kontra Indikasi
Tenaga kesehatan tidak dianjurkan untuk melakukan iminisasi BCG jika ditemukan hal-hal berikut :
1)    Reaksi uji tuberkulin > 5 mm.
2)    Sedang menderita HIV atau resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid (leukimia), obat imunosupresi, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe.
3)    Anak menderita gizi buruk.
4)    Menderita demam tinggi.
5)    Menderita infeksi kulit yang luas.
6)    Pernah/masih menderita TBC.
7)    Kehamilan.
f.     Syarat / Rekomendasi
1)   Imunisasi BCG diberikan saat bayi berusia ≤ 2 bulan.
2)   Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan sputum didapati BTA (+ 3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu, dan jika kontak sudah tenang dapat diberi BCG.
3)   Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan imunodefisiensi, misalnya HIV, Gizi buruk, dan lai-lain.
g.    Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Penyuntikan BCG secara intradermal yang benar akan menimbulkan ulkus lokal superfisial di tiga minggu pertama setelah penyuntikan. Ulkus yang biasanya tertutup krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timnbul lenbih besar, naun apabila penyuntikan terlalu dalam, maka parut akan tertarik kedalam. Limfadenitis supuratif di axila atau leher terkadang dijumpai. Hal ini bergantung pada umur anak, dosis dan galur (strain) yang dipakai. Limfa denitis akan sembuh dengan sendirinya jadi tidak perlu diobati. Apabila limfa denitis melekat pada kulit atau timbul fistula, maka dapat dibersihkan dengan melakukan drainase dan diberikan obat antituberkulosis oral. Tidak perlu memberikan anti tuberkulosis sitemik karena hasilnya tidak efektif.
BCG-itis desiminasi jarang terjadi, biasanya berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, irits, lupus vulgaris, dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat antituberkulosis.

2.    VAKSIN HEPATITIS B
a.    Defenisi
Untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Pencegahan hepatitis B dilakukan dengan menghindari kontak dengan virus, baik terhadap pengidap,  darah donor, organ tubuh, transplantasi, maupun alat-alat kedokteran. Dapat pula dengan pemberian kekebalan melalui imunisasi, baik imunisasi pasif maupun aktif.
1)   Imunisasi pasif
a)         Dilakukan dengan pemberian imunoglobulin.
b)        Diberikan baik sebelum terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah terjadinya paparan (postexposure).
c)         Imunisasi ini dapat dilakukan dengan memberikan IG/immuneserum globulin (ISG) atau hepatitis B immune globulin (HBIG).
d)        Indikasi utama pemberian imunisasi pasif.
e)         Paparan dengan darah yang mengandung HbsAg, baik melalui kulit maupun mukosa, seperti tertusuk jarum suntik.
f)         Paparan seksual dengan pengidap HbsAg (+).
g)        Paparan perinatal, ibu dengan HbsAg (+).
2)   Imunisasi aktif
Dilakukan dengan pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular, didaerah deltoid atau paha anterior (jangan dilakukan didaerah bokong).
b.    Jadwal Pemberian
1.    Vaksinasi awal diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara suntikan I dan II adalah 1-2 bulan, sedangkan untuk suntikan III diberikan dengan jarak 4 bulan dari suntikan kedua.
2.    Pemberian booster dilakukan 5 tahun kemudian (belum ada kesepakatan).




c.    Kontra Indikasi
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontra indikasi absolut terhadap pemberian hepatitis B, kecuali pada ibu hamil, , alergi pada komponen vaksin, dan demam tinggi.
d.   Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Efek samping yang terjadi umumnya ringan, seperti nyeri, bengkak, panas, mual, nyeri sendi maupun otot.

3.    VAKSIN DPT
a.    Defenisi
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus. Jenis vaksin yang digunakan untuk Difteri dan Tetanus adalah toksoid corynebacterium diphteriae danclostridium tetani yang dimurnikan.
1)        Toksoid Difteria
a)       Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alum precipitated formol toxoid) yang digabung dengan tetanus toxoid dan vaksin pertusis.
b)       Imunisasi rutin pada anak, diberikan dengan 5 dosis yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan yang diberikan bersamaan dengan polio. Dosis ulangan pada 15-18 bulan dan saat masuk sekolah harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ketiga.
c)       Kombinasi toxoid difteri dan tetanus (DT).
2)        Vaksin pertusis
a)      Untuk imunisasi yang dipakai adalah vaksin pertusis whole-cell (alum precipitated vaccine) yaitu vaksin yang merupakan suspensi kuman B pertusis mati.
b)      Umumnya diberikan kombinasi bersama toxoid difteri dan tetanus.
3)        Toksoid tetanus
Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu :
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toxoid tetanus yang telah dilemahkan.
a.    Kemasan tunggal (TT).
b.    Kemasan dengan vaksin difteri (DT).
c.    Kemasan dengan vaksin difteri dan pertusis (DPT).
Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif (ATS)



b.    Jadwal pemberian
Upaya depkes dan kesos melaksanakan program eliminasi tetanus neonatorum (ETN) DPT I, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut :
1)    Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toxoid tetannus pada bayi, dihitung setara dengan 2 dosis toxoid pad anak besar atau dewasa.
2)    Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toxoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa.
3)    Toxoid tetanus kelima (DPT 5) diberikan pada usia sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toxoid dewasa.
4)    Tetanus toxoid tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau DT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. Dengan 6 dosis toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 5 dosis toxoid pada dewasa.
5)    Jadi PPI merekomendasikan tetanus toxoid (DPT, DT, TT) 5x untuk memberikan perlindungan seumur hidup sehingga wanita usia subur (WUS) mendapat perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan terhadap tetanus neonatorum.

Imunisasi
Spacing
Masa perlindungan
Tujuan
T1
Mengembangkan kekebalan tubuh pada infeksi
T2
4 minggu setelah T1
3 tahun
Menyempurnakan kekebalan
T3
6 bulan setelah T2
5 tahun
Menguatkan kekebalan
T4
1 tahun setelah T3
10 tahun
Menguatkan kekebalan
T5
1 tahun setelah T4
25 tahun
Mendapatkan kekebalan penuh

c.    Kontra Indikasi
1)         Riwayat anafilaksis
2)         Ensefalopati pasca DPT sebelumnya
d.   KIPI
1)         Lokal : bengkak, kemerahan, nyeri pada tempat suntikan.
2)         Demam, gelisah, menangis terus menerus.
3)         Reaksi anafilaktik, ensefalopati 1/50.000 dosis.

4.    VAKSIN POLIO
Ada 2 macam jenis vaksin polio, yaitu :
a.     Vaksin virus polio oral (OPV)
b.     Vaksin polio inactivated (IPV)

a.    Vaksin virus polio oral (OPV)
1)         OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yang masih hidup tapi sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera yang distabilkan dengan sukrosa.
2)         Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral. Virus vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus san memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian.
3)         Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8ᴼC. OPV dapat disimpan beku pada temperatur 20ᴼC. Vaksin yang beku dapat cepat dicairkan dengan cara ditempatkan antara kedua telapak tangan dan digulir-gulirkan, dijaga agar warna tidak berubah yaitu merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat dibekukan lagi, kemudian dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.
b.    Vaksin polio inactivated (IPV) atau vaksin polio injeksi
1)         IPV berisi tipe 1, 2 dan 3 dibiakan pada sel-sel fero ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid..
2)         IPV harus disimpan pada suhu 2-8ᴼC dan tidak boleh dibekukan.
3)         Pemberian dengan dosis 0,5 ml, SC 3x berturut-turut  dengan jarak masing-masing dosis 2 bulan.
4)         Imunitas mukosa yang ditimbulkan IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang ditimbulkan OPV.
5)         OPV diberikan pada BBL sebagai dosis awal, sesuai dengan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) dan Program Eradiksi Polio (ERAPO) tahun 2000.
6)         Kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu.
7)         Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan hepatitis B.
c.    Imunisasi penguat (booster)
1)     Dosis  penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, yaitu bersamaan pada saat diberikan dosis DPT sebagai penguat.
2)     Dosis OPV berikutnya harus diberikan pada umur 15-19 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah.
3)     Orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi sebelumnya, tidak diperlukan vaksinasi penguat, kecuali mereka yang dalam resiko khusus.
d.   KIPI
Setelah vakinasi, sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala :
1)         Pusing-pusing
2)         Diare ringan
3)         Sakit pada otot
e.    Kontraindikasi pemberian OPV
1)         Penyakit akut atau demam (suhu >38,5 C), maka imunisai harus ditunda.
2)         Muntah atau diare maka imunisasi ditunda.
3)         Sedang dalam proses pengobatan kortikosteroid atau imuno supresif oral maupun suntikan, juga pengobatan radiasi umum.
4)         Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial seperti limfoma, leukimia, dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu, misal pada hipo-gamaglobulinemia.
5)         Menderita infeksi HIV/anggota keluarga sebagai kontak.
6)         Kejadian ikutan pada fetus belum pernah dilaporkan, namun OPV tidak boleh diberikan pada ibu hamil 4 bulan pertama, kecuali terdapat alasan mendesak, misalnya bepergian kedaerah endemis poliomielitis.
7)         Vaksin polio oral dapat diberikan bersama-sama vaksin inactivated dan cirus hidup lainnya (sesuai indikasi), tetapi jangan bersama vaksin tipoid oral.
8)         Bila BCG diberikan pada bayi tidak perlu memperlambat pemberian OPV, karena OVP memacu imunitas lokal dan pembentukan anti bodi dengan cara replikasi dalam usus.
9)         Vaksin polio oral dan IPV didalmnya mengandung sejumlah kecil antibiotik (neomisin, polimisin, streptomisin) namun hal ini bukan kontra indikasi, kecuali pada anak yang mempunyai bakat hipersensitif yang berlkebihan terhadap vaksin polio.
10)      Kepada anggota keluarga yang kontak dengan anak yang menderita imunosupresi jangan diberikan OPV tetapi diberikan IPV.

5.    VAKSIN CAMPAK
Tahun 1963 dibuat dua jenis vaksin campak
1)    Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan, jangan terkena sinar matahari.
2)    Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium).
a.    Dosis dan cara pemberian
1)         Dosis minimal untuk vaksin yang dilemahkan adalah 0,5 ml secara subcutan atau intra muscular.
2)         Jadwal pemberian campak pada bayi umur 9-11 bulan.
3)         Imunisasi ulangan diberikan pada saat anak masuk sekolah usia 6-7 tahun dalam program BIAS.
b.    Reaksi KIPI
1)         Demam > 39,5o C, biasanya setelah hari ke 5-6 dan berlangsung selama 2 hari.
2)         Ruam, timbul pada hari ke 7-10 dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar  dibedakan dengan modified measles akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat masa inkubasi penyeakit alami.
c.    Kontra indikasi
Kontra indikasi imunisasai campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita
1)         Demam tinggi.
2)         Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi.
3)         Hamil.
4)         Mempunyai riwayat alergi.
5)         Sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau kontak dengan darah.

d.     Teknik Dasar Dan Petunjuk Keamanan Pemberian Vaksin
1)    Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet (tutup karet di desinfeksi).
2)    Tiap suntikan harus digunakan semprit dan jarum baru sekali pakai dan steril
3)    Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis.
4)    Kulit yang akan disuntik dibersihkan.
5)    Semprit dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup dan diberi label tidak mudah robek dan bocor.

6)    Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar